Desember 2024 - Lens Of SAN

LENS OF SAN

Opini dan Refleksi Seorang Pencandu Martabak Manis

Artikel

baca dong kak :)


Lagi-lagi muncul dalam perjalanan. Perjalanan tiga jam di atas rel kereta menuju Tulungagung adalah sebuah ruang refleksi. Di luar jendela, pemandangan silih berganti: jalan setapak, bukit gersang, pohon kamboja berbunga pink yang berdiri anggun di tepi jalan, dan kuburan yang tersembunyi di bawahnya. Pohon itu memberi kesan harapan, tetapi kuburan di bawahnya mengingatkan akan ketidakterdugaan hidup.


Hidup kita sering kali seperti perjalanan kereta ini bergerak dari satu stasiun ke stasiun lain tanpa tahu apa yang menunggu di depan. Kehilangan sosok yang dicintai, seperti keluarga, adalah salah satu tikungan tajam dalam perjalanan itu. Rasanya seperti kereta tiba-tiba berhenti di tengah padang gersang tanpa alasan. Tapi, sebagaimana kereta akan melanjutkan perjalanannya, hidup pun mengajarkan kita untuk terus bergerak, meskipun dengan luka yang belum sepenuhnya sembuh.


Saya teringat pada pemikiran Viktor Frankl dalam bukunya Man's Search for Meaning. Ia menulis, "Kehidupan tidak pernah berhenti bertanya kepada kita, dan kita hanya bisa menjawabnya dengan tindakan kita sendiri." Kehilangan adalah pertanyaan besar yang hanya bisa dijawab dengan keberanian untuk tetap melangkah.


Di momen kehilangan, ide-ide sering menghampiri kita seperti balon udara yang beterbangan, mencari tempat untuk mendarat. Ide tidak datang tanpa alasan; ia membawa misi, seperti pesan dari alam semesta, meminta kita bekerja sama untuk mewujudkannya. Namun, ide butuh komitmen dan waktu. Jika kita tidak peka atau terlalu sibuk berkata, “Nanti saja,” ide itu akan pergi, mencari jiwa yang lebih siap menerimanya.


Sebagaimana yang dikatakan oleh Rumi: 

“Jangan duduk diam; bergeraklah, melangkahlah. Meski kau tidak tahu ke mana, perjalanan itu sendiri akan membawamu ke tempat yang kau butuhkan.”


Poin yang bisa kita ambil dari perjalanan ini:


  1. Hidup adalah Serangkaian Tikungan Tak Terduga
    Pohon kamboja dan kuburan di bawahnya mengajarkan bahwa hidup adalah perpaduan harapan dan misteri. Ketika kehilangan datang, yang perlu kita lakukan adalah tetap bergerak meski pelan, seperti kereta yang melaju di tengah bukit gersang.
  2. Ide adalah Peluang yang Perlu Dirangkul
    Ide datang seperti balon udara, melayang-layang di sekitar kita. Jangan biarkan ide pergi tanpa sempat kita wujudkan. Komitmen kecil yang kita berikan pada ide bisa menjadi awal dari sesuatu yang besar.

  3. Makna Ditemukan dalam Perjalanan
    Seperti yang dikatakan Viktor Frankl, hidup selalu bertanya kepada kita. Jawaban terbaik adalah dengan terus melangkah, meski arah belum jelas. Perjalanan itu sendiri yang akan membawa kita pada makna baru.

  4. Bergerak Adalah Bentuk Penghormatan
    Kehilangan sosok yang dicinta bukan akhir dari segalanya. Bergerak maju adalah bentuk penghormatan kepada mereka, kepada hidup, dan kepada diri kita sendiri.

Seperti kereta yang tak pernah berhenti di satu stasiun, kita juga perlu terus melaju. Pohon, kuburan, rel, dan stasiun adalah simbol bahwa hidup ini adalah perjalanan yang penuh pelajaran. Jika kita cukup berani memberikan waktu dan komitmen, baik untuk ide maupun diri kita sendiri, hidup akan memberi lebih dari yang kita harapkan.


Dah segitu aja, takut bosen bacanya... matur thankyou :)


https://id.pinterest.com/abdumalikh44/




Pernah ngerasa nggak enakan kalau mau nolak ajakan seseorang? Atau sungkan pas dimintain tolong? Kalau pernah, mungkin kamu orang yang nggak bisa mengungkapkan perasaan. Dan itu, tanda kalau kamu punya kecerdasan emosional yang rendah. Di Tulisan ini, kita akan mengulik pentingnya kecerdasan emosional dan gimana cara meningkatkannya.

Di era yang apa-apa kudu instan. Orang-orang akan menjunjung tinggi pengetahuan, mendewakan rasionalitas, melawan keajaiban. Lalu, lupa bahwa ada kecerdasan emosional yang perlu kita libatkan dalam aspek kehidupan kita. Kecerdasan emosional adalah sikap yang cerdas dalam memperlakukan emosi. Orang yang cerdas secara emosi sangat dibutuhkan, apalagi saat ini, hampir semua orang memiliki  kecerdasan intelektual yang tinggi tapi rendah kecerdasan emosionalnya.

Kecerdasan emosional punya fungsi di kehidupan kita, bahkan dalam hubungan sosial kita. Contohnya, jika ada pemilihan pemimpin di suatu perusahaan, orang-orang akan memilih pemimpin yang nggak cuma cerdas secara intelektual tapi juga punya kecerdasan emosional yang baik. Karena mereka lebih suka pemimpin yang peduli, ngehargain, nggak egois, ngerti keadaan dan kondisi mereka.

Ciri orang yang rendah secara emosional biasanya nggak peka, egois, pendengar yang jelek, cenderung menyalahkan orang lain atas perasaannya yang negatif, suka memotong pembicaraan, suka bila orang lain lebih buruk daripada dirinya, suka makan seblak dan masih banyak lagi. Ini nggak hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain.

Daniel Goleman, jelasin kalau kecerdasan emosional itu terdiri dari empat aspek:

1. Kesadaran diri

Kamu tahu apa yang kamu rasain, kamu tahu kalau kamu lagi sedih, kesal, cemas, senang...

2. Manajemen diri

Kamu bisa mengelola emosi mu ketika ada sikap, perilaku, situasi yang negatif maupun positif

3. Kesadaran sosial

Kamu punya empati, empati itu nggak cuma tahu pikiran dan perasaan seseorang tapi juga peduli dengan mereka

4. Manajemen sosial

Kamu jadi orang bijak, kamu bisa menangani permasalahan dengan baik, jadi pendengar yang baik, jadi komunikator yang baik.

Hati-hati punya kecerdasan emosional yang rendah. seseorang bisa mempengaruhimu dengan mudah. Pengemis yang bawa anak bisa mempengaruhi kita untuk mengasihi dan memberi. Program TV yang menayangkan kisah sedih akan lebih menarik karena bisa mempengaruhi emosi penonton. Bahkan orang yang nggak bisa mengungkapkan cintanya, muda buat dimanfaatin.

Nggak seperti kecerdasan intelektual yang hampir tidak berubah sepanjang hidup kita, kecerdasan emosional dapat berubah dengan dipelajari atau dibangun. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan emosional kita adalah dengan membaca karya sastra, Novel.

"Membaca novel dapat membantu orang lebih memahami orang lain dan dunia. Semakin banyak membaca novel, semakin banyak persepektif yang dapat diserapnya. Sedangkan dasar dari empati itu sendiri haruslah kemauan untuk mendengarkan perspektif orang lain." – Raymond Mar

Dengan membaca novel kita bisa menemukan sudut pandang yang berbeda dari tokoh, latar belakang, situasi, atau peristiwa yang terjadi di cerita. Novel membagikan kepada kita emosi yang kadang-kadang nggak pernah kita temui di kehidupan. Novel punya pesan moral dan dilema moral untuk dipelajari. bagaimana sikap dan keputusan kita ketika menghadapi situasi yang sulit.

Banyak dari kita lebih memilih visual daripada tulisan, karya sastra film daripada novel. Nggak mau susah-susah berimajinasi. Karakteristik manusia zaman sekarang, Pragmatis. Memang, film bisa mempengaruhi emosi kita, bisa bikin kita nangis, sedih, tegang... tapi rasanya berbeda dengan membaca novel. Novel ngajak kita buat berpikir, masuk lebih dalam ke situasi tokoh, memecahkan konflik bersama-sama. Pembaca seperti hadir ke dalam cerita.

Ada kata-kata yang menarik soal sastra:

"Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai."– Pramoedya Ananta Toer

Yaudah, itu aja. Makasih semuanya...


Penulis: Ahmad Hanif

Kunjungi websitenya: ahmadhanif.com



https://id.pinterest.com/pngtree/