Menelisik Wajah Baru di Tana Pura Ngeriman Pembangunan Nyata atau Lip Service Semata?
Pilkada Kutai Barat mendatang membawa kemenarikan, dengan hadirnya tiga kandidat, baik wajah lama maupun baru. Masyarakat dihadapkan pada pilihan yang akan menentukan masa depan daerah ini. Namun, di balik euforia politik ini, Kutai Barat masih menghadapi sejumlah tantangan besar di berbagai sektor, mulai dari SDM, Pendidikan, Pembangunan yang belum optimal hingga isu-isu Pertambangan Ilegal yang terus menjadi masalah kronis.
Debat Publik Pertama dengan tema "Sumber Daya Manusia Berdaya Saing dan Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Potensi Lokal menuju Kutai Barat Sejahtera dan Merata". Menjadi Topik bahasan debat kali ini yang bertempat di Grand Ballroom Hotel Mercure Samarinda. Senin, 14 Oktober 2024.
Dalam pernyampaian Visi, Misi dan langkah strategis kedepan masing-masing kandidat memiliki kesamaan maupun perbedaan dalam fokus mewujudkan kemajuan Kutai Barat. Jika memperhatikan para kandidat ada rasa pesimisme dan sedikit optimisme, tidak bisa kita bantahkan kualitas calon pimpinan saat ini belum sepenuhnya bisa dirasakan langsung kinerjanya, padahal dari 3 kandidat sudah tak asing di perhelatan politik kabupaten Kutai Barat, baik di lembaga legislatif, eksekutif maupun swasta.
Kondisi Terkini Kutai Barat: Sebuah Potret
Sebagai salah satu kabupaten penyangga IKN nantinya di Provinsi
Kalimantan Timur, Kutai Barat memiliki potensi alam yang luar biasa, termasuk
di sektor tambang, kehutanan, dan perkebunan. Namun, berbagai tantangan yang
dihadapi menunjukkan bahwa pembangunan di Kutai Barat masih jauh dari kata
optimal. Meskipun kekayaan alamnya sangat melimpah, manfaat yang dirasakan
oleh masyarakat lokal masih minim.
Menurut data terbaru dari data statistik kubarkab.bps.go.id, "kontribusi sektor pertambangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kutai Barat mencapai lebih dari 50%". Namun, ini ironis mengingat tingkat kesejahteraan masyarakat Kutai Barat masih berada di bawah rata-rata nasional, dengan angka kemiskinan sebesar 6,96% pada tahun 2022, meskipun menurun dibanding tahun sebelumnya. Pertanyaannya, ke mana hasil dari sumber daya alam yang melimpah itu mengalir?
Selain itu, sektor pertanian dan perkebunan, yang menjadi mata pencaharian banyak masyarakat Kutai Barat, juga belum mendapatkan perhatian yang memadai. Lahan sawah yang ada hanya sekitar 1.641 hektare, dengan mayoritas masyarakat bergantung pada tanaman padi ladang dan sawah tadah hujan, yang rentan terhadap perubahan iklim. Minimnya infrastruktur irigasi menjadi salah satu kendala besar dalam peningkatan produktivitas pertanian.
Sektor pariwisata, yang memiliki potensi besar karena
keindahan alam dan kekayaan budaya Kutai Barat, juga masih tertinggal. Jumlah
wisatawan yang datang ke Kutai Barat masih sangat rendah dibandingkan daerah
lain di Kalimantan Timur. Padahal, daerah ini memiliki situs budaya seperti Lamin Adat Dayak Tunjung dan Aoheng, serta daya tarik alam seperti Air
Terjun Jantur Gemuruh dan Danau Jempang, yang jika dikelola dengan baik
bisa menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat.
Tantangan Terbesar: Pertambangan Ilegal dan Pembangunan
Berkelanjutan
Di antara berbagai sektor, Pertambangan Ilegal adalah tantangan terbesar bagi keberlanjutan pembangunan di Kutai Barat. Aktivitas ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghambat pendapatan asli daerah (PAD). Berdasarkan laporan dari berbagai organisasi lingkungan, "lebih dari 50% tambang batu bara di Kutai Barat beroperasi tanpa izin atau dengan izin yang tidak sesuai peruntukannya". Akibatnya, hutan yang seharusnya menjadi penopang ekosistem rusak parah, sementara pencemaran air dan tanah semakin meluas, mengancam kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.
Sayangnya, hingga kini belum ada tindakan yang signifikan
dari pihak pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah ini. Apakah para
kandidat Pilkada kali ini memiliki solusi konkret untuk menghentikan praktik
ini? Atau apakah mereka akan kembali memberikan “lip service” tanpa aksi
nyata?
Wajah Lama dan Wajah Baru: Harapan Akan Solusi atau
Pengulangan Masalah?
Dalam kontestasi Pilkada Kutai Barat kali ini, masyarakat akan dihadapkan pada tiga kandidat—baik wajah lama maupun baru. Wajah lama, yang telah memiliki pengalaman dalam pemerintahan, tentu membawa kelebihan dari segi pengetahuan tentang birokrasi dan tata kelola daerah. Namun, publik perlu mengajukan pertanyaan kritis: Mengapa, selama mereka menjabat, masalah-masalah mendasar seperti pertambangan ilegal, pembangunan infrastruktur, dan pengelolaan sumber daya alam belum dapat dituntaskan secara maksimal?
Wajah baru yang menawarkan ide-ide segar memang membawa
harapan. Namun, mereka juga harus mampu menunjukkan rencana konkret yang dapat
diimplementasikan. Visi yang baik tanpa strategi yang jelas tidak akan mampu
menghadapi tantangan besar seperti penanganan pertambangan ilegal atau
perbaikan infrastruktur yang sudah lama tertinggal.
Pada kenyataannya, infrastruktur dasar di Kutai Barat
masih memprihatinkan. Akses jalan antar-kecamatan di beberapa wilayah masih
sangat buruk, terutama di daerah pedalaman. Ini menyebabkan biaya logistik
menjadi tinggi, sehingga harga-harga barang kebutuhan pokok pun meningkat,
merugikan masyarakat.
Pendidikan: Kunci Masa Depan yang Terabaikan
Di tengah semua tantangan ini, pendidikan harus menjadi
prioritas utama. Pendidikan yang berkualitas akan menjadi kunci bagi Kutai
Barat untuk keluar dari berbagai masalah yang dihadapinya. Para kandidat
Pilkada harus memiliki program yang jelas dan terukur untuk meningkatkan akses
pendidikan, meningkatkan kualitas guru, serta mengembangkan
fasilitas pendidikan yang lebih memadai. Pemerataan pendidikan hingga
pelosok Kutai Barat harus diwujudkan agar anak-anak dari semua latar
belakang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan
berkualitas.
Peningkatan akses terhadap pendidikan tinggi juga
harus menjadi bagian dari agenda besar para kandidat. Kutai Barat membutuhkan
lebih banyak institusi pendidikan tinggi lokal yang saat ini belum ada atau belum maksimal keberadaannya yang dapat memfasilitasi
generasi muda dalam mengejar pendidikan, tanpa harus meninggalkan kampung
halaman mereka.
Solusi: Pembangunan Berkelanjutan yang Berbasis pada
Pengelolaan Sumber Daya
Pembangunan yang berkelanjutan harus menjadi prioritas utama
siapapun yang terpilih. Pengelolaan sumber daya alam tidak bisa lagi dilakukan
dengan model eksploitatif yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Para
kandidat harus memiliki rencana konkret untuk memastikan bahwa tambang dan
sumber daya lainnya dikelola secara berkelanjutan, dengan tetap
mempertahankan kelestarian lingkungan dan memberikan manfaat yang adil bagi
masyarakat.
Peningkatan infrastruktur pertanian seperti irigasi dan penyediaan
alat-alat modern juga perlu menjadi fokus. Sektor pertanian dan perkebunan bisa menjadi tulang punggung ekonomi Kutai Barat jika dikelola dengan baik,
membantu menciptakan lapangan kerja baru dan menurunkan ketergantungan pada
sektor pertambangan.
Selain itu, pariwisata berbasis budaya dan ekowisata juga bisa menjadi alternatif diversifikasi ekonomi. Namun, ini membutuhkan dukungan infrastruktur dan promosi yang serius dari pemerintah daerah. Pembangunan akses jalan ke destinasi wisata, pelatihan bagi masyarakat lokal untuk menjadi pelaku pariwisata, serta kolaborasi dengan investor potensial bisa membuka peluang baru bagi Kutai Barat di sektor ini.
---
Pada akhirnya, Pilkada Kutai Barat 2024 adalah ujian bagi calon pemimpin baru, apakah mereka mampu mewujudkan pembangunan nyata atau hanya memberikan janji manis tanpa tindakan. Kekayaan alam Kutai Barat adalah aset besar yang harus dikelola dengan bijak, bukan hanya untuk keuntungan jangka pendek, tetapi untuk kesejahteraan jangka panjang seluruh masyarakat.
Apakah wajah baru akan membawa perubahan atau hanya sekadar retorika? Apakah wajah lama bisa memperbaiki kegagalan masa lalu dan melanjutkan pembangunan dengan lebih serius? Yang jelas, masyarakat Kutai Barat membutuhkan pemimpin yang berani dan visioner, yang mampu mengatasi tantangan pertambangan ilegal, memperkuat sektor pertanian dan pariwisata, serta membangun infrastruktur yang layak.
Jika tidak, kita akan kembali menghadapi pertanyaan yang sama lima tahun lagi: Pembangunan nyata atau lip service semata?
Penulis: Ihsan Zikri Ulfiandi


